May 24, 2013 4 komentar

Where? -SEA- --- 2




‘BRAKK!’ Manson mendobrak masuk ke dalam rumah keluarga Dandelion. Didalamnya, Dandeli sedang asik melukis dikamar sehingga ia tidak tahu menahu kejadian ini, begitulah Dandeli jika sedang melukis, dia akan lupa segalanya, dunianya ketika melukis hanya sebatas cat warna-warni,kuas dan kanvas. Ibunda Dandelion lah yang terkejut bukan main akan kedatangan Manson yang tiba-tiba dan tanpa sopan santun itu.

                “Ada apa ini?!” ibunda Dandeli yang biasanya penuh kelembutan dan memiliki sorot mata penuh kasih, kini terlihat meradang akan sikap tidak sopan dari paman seorang sahabat anaknya.

                “Dimana kalian sembunyikan anakku!” Manson tanpa basa-basi langsung menyeruak masuk kedalam rumah, dan membuka setiap pintu didalam rumah keluarga Dandeli.

                “Hentikan ketidak sopananmu Manson! Bicarakan baik-baik! Ini rumahku, kamu tidak pantas bersikap tidak sopan disini!” lengan ibunda Dandeli melintang menjadi pagar penghalang ketika Manson hendak menaiki tangga menuju kamar anak kesayangannya.

                “Minggir! Atau kau menyesal sudah menghalangiku menemui Sea!!”

                “SEA TIDAK ADA DISINI!” ibunda Dandeli berteriak. Dia sudah muak akan sikap Manson yang sudah tidak sopan masuk kerumahnya tanpa permisi, mengobrak-abrik seisi rumahnya dan sekarang dia menuduhnya menculik Sea! Keterlaluan! Matanya memerah, menahan gejolak kemarahan yang tidak pernah lagi ia rasakan lagi setelah dua puluh tahun belakangan ini.

                “Oh ya? Baiklah, kita tanyakan saja pada anakmu yang cacat itu!” Manson tidak mempedulikan keberadaan ibunda Dandeli. Ia mendorong kasar Ibunda Dandeli agar tidak menghalangi langkahnya. Membuat ibunda Dandeli jatuh terjerembab ke lantai kayu rumah itu.

                Manson sedikit merasa menyesal telah membuat Ibunda Dandeli terjatuh. Tapi  begitu ia menoleh dan melihat ternyata Ibunda Dandeli tidak mengalami cedera dan hendak bangkit dari jatuhnya. Dia segera naik keatas, tidak mau menyia-nyiakan waktu merasa kasihan kepada yang telah menculik putri kesayangannya.

               

Dandeli sedang asik mencampurkan warna-warni indah pada palet tintanya. Sedang asik memikirkan warna apa yang cocok untuk ia torehkan dengan kuas kesukaannya diatas kanvas yang sudah hampir jadi separuh lukisan itu. Lukisan yang memuaskan, pikirnya, kemudian tersenyum sendiri mengingat ucapan Sea mengenai bunga Dandelion. Ucapan penuh bahan bakar penyemangat untuk hidupnya yang telah menjadi ide cemerlang untuk lukisannya sekarang.



Manson memutar gagang pintu kamar Dandeli, dan mendapati Dandeli yang sedang asik melukis sendirian. Matanya mencari-cari keberadaan Sea disekeliling ruangan,nihil.

“HEI ANAK CACAT!” serunya.

Dandelion terkejut mendengar suara gemuruh Manson yang penuh kemarahan, membuat kuasnya terpental jatuh kebawah dan warna-warni cat yang tak sengaja tersenggol, tumpah dan meninggalkan noda dimana-mana. Termasuk noda cipratan di atas lukisan yang dengan susah payah ia buat selama dua hari tanpa tidur.

“Pa,,pa,,paman Manson,,?” Dandelion tergagap ketika melihat Manson ada didalam kamarnya. Disaat bersamaan, Ibunda Dandeli menyeruak masuk dan memunggungi Dandelion menjadikan tubuhnya benteng pertahanan untuk Dandelion dari amukan kemarahan Manson.

“MINGGIR!! AKU INGIN BICARA DENGAN ANAK CACAT INI!!!” Manson semakin meradang. Kali ini, Manson terlihat seperti harimau yang sedang mengamuk.  Inilah Manson ketika ia merasa Sea sedang dalam keadaan yang tidak beres. Ia akan melakukan apapun demi Sea.

“SUDAH KUBILANG! SEA TIDAK ADA DISINI!!!” ibunda Dandelion tidak kalah lantangnya dari Manson. Ia juga sama seperti Manson, tidak akan membiarkan putri tercintanya disakiti siapapun, meskipun dia harus berkelahi dengan pria besar bertato jangkar dipelipis. Ia tidak gentar.

Dandelion bingung melihat situasi ini. Bagaimana tidak, ia yang selama dua hari ini asik melukis dengan tenang dan penuh bunga-bunga bahagia karena terinspirasi oleh kalimat-kalimat indah sahabatnya dua hari yang lalu, tiba-tiba saja dikejutkan dengan kehadiran Pamannya Sea yang mengamuk.

Dengan penuh ketenangan, Dandelion menarik lengan ibunya kesamping dan membisikkan “tidak apa-apa bu, biarkan Paman Manson bicara denganku,, aku ingin tau ada apa,,”

Begitu Dandelion ada dihadapannya, Manson langsung mencengkeram lengan Dandeli. Membuat tubuh Dandeli sedikit berguncang.

Mata Ibunda Dandeli geram melihat Manson menyakiti putrinya. Tapi ia tidak bisa berbuat apapun, Dandeli dengan lengan satunya lagi menyuruh ibunya mundur.

Manson mendekatkan wajahnya ke wajah Dandelion, membuat Dandelion bisa melihat dengan jelas raut kemarahan yang menyeramkan dari Paman sahabatnya itu, “Dimana kau sembunyikan anakku?”

“A,,aa,,aku tidak tau Paman,,” Dandelion gemetar menahan tangis dan masih kebingungan akan apa yang terjadi.

“Kamu tidak tau? Tidak mungkin! Seluruh Desa tau kau sering berkeliaran dengan anakku!” tanya Manson penuh penekanan pada nada suaranya, namun semakin mengeraskan cengkramannya.

Dandelion merintih, “Aku memang sering bertemu dengan Sea,,”

“NAHH!!” Manson akhirnya melepaskan cengkramannya, dan beralih ke Ibunda Dandelion, “kau dengar sendiri? Anakmu sudah mengakuinya!!!” ucapnya sambil menunjuk ke arah Dandelion.

“Dia hanya mengakui kalau dia dan anakmu sering bertemu, tapi tidak menculiknya,,” Ibunda Dandelion membantah tuduhan Manson.

Manson segera mengeluarkan benda dari dalam saku celananya. Dan menggenggam benda itu dengan penuh kekesalan. Dan menunjukkan benda itu tepat didepan wajah ibunda Dandeli.

Ibunda Dandeli tidak bisa berkata apa-apa begitu benda itu tepat ada dihadapannya. Dia hanya melihat kearah Dandelion dan memeriksa kaki Dandelion.

“Iya ibu,, itu gelang kakiku,, aku sengaja memberikannya pada Sea, tapi aku tidak melakukan apapun terhadap Sea! Aku berani sumpah bu! Aku tidak berbuat jahat pada Sea!” Dandeli merasa terpojok dan mulai menangis.

“Kenapa kamu memberikannya pada Sea! Itu benda peninggalan Ayahmu nak!!” Suara ibunda Dandeli serak karena  kecewa akan sikap anaknya yang dengan mudahnya memberikan satu-satunya peninggalan sang suami kepada orang lain.

“Lalu kenapa benda ini ada dikamar Sea?” tanya Manson membutuhkan jawaban yang lebih akurat.

“Aku tidak tau paman, aku bertemu dengannya dua hari yang lalu,, dan aku memberikan gelang kaki itu untuk Sea, sebagai tanda terima kasihku karena selama ini dia sudi berteman denganku, sedangkan orang lain tidak,,” Dandelion menjelaskan sambil terisak.

Manson tidak tega melihat Dandelion si anak cacat albino itu menangis dihadapannya. Dia hampir lupa, kalau Dandelion selama ini adalah sahabat dari Sea. Kemarahan yang bercampur kekhawatiran membuatnya nyaris lupa akan kenyataan itu.

“Memangnya kenapa dengan Sea Paman?” tanya Dandeli yang dari tadi masih belum tau keadaan sebenarnya.

Manson tersandar lemas ke tembok kamar Dandeli, dia menjadi bingung. Kemarahannya yang meluap-luap mendadak berubah menjadi kecemasan yang tidak tertahankan. “Sea hilang,, dia sudah dua hari tidak ada dirumah,,” jelas Manson lemah.

Ibunda Dandeli terkejut mendengar penjelasan Manson, dia juga sebenarnya tidak mengerti apa yang sedang terjadi, dari tadi dia hanya sibuk memikirkan bagaimana menjaga putrinya dari amukan badan besar Manson, sehingga tidak menyadari sebab dari permasalahan ini.

Dandelion terdiam. Masih tidak mempercayai kalau sahabatnya ternyata hilang. Dan tidak menyangka kalau pertemuannya dengan Sea kemarin itu bisa saja menjadi pertemuannya yang terakhir.
                Manson bangkit. Mengambil telapak tangan Ibunda Dandeli dari sisi kirinya dan menaruh gelang kaki Dandeli didalamnya. “Ini kukembalikan pada mu,,”

“Tapi paman! Itu sudah kuberikan untuk Sea,,” Dandeli memohon.

“Dengar nak,, aku tau persahabatanmu dengan Sea itu dekat sekali,, tapi ini adalah peninggalan satu-satunya dari ayahmu kan? Aku tidak mau Sea menerimanya, ini kukembalikan pada ibumu,,”

“Tidak paman,, aku mohon,,”

“Lagi pula Sea hilang,, dan dia meninggalkan ini di tempat tidurnya,dia bahkan tidak mau memakainya,,” ucap Manson tanpa menghiraukan perasaan Dandeli.

Dandelion hanya bisa termenung mendengarkan kata-kata pelan namun dalam dari bibir Paman Sea. Tidak mungkin Sea tidak mau memakai gelang itu. Pasti ada sesuatu.

“Maaf,, aku sudah membuat keributan disini,, permisi,,”

Tepat ketika Manson hendak meninggalkan ruangan, Dandelion teringat sesuatu.

“Tebing,,” ucapnya setengah berbisik.

“Apa?” langkah Manson terhenti mendengar kata-kata Dandelion.

Tanpa ragu dengan langkahnya yang pincang. Dandeli melewati Manson berniat mencari Sea di tebing tempat dia dan Sea biasa merenung. Ibunda Dandeli tidak bisa menahan anaknya untuk tidak keluar rumah saat itu. Ia tau ini adalah saat yang genting, meskipun Manson hari ini bersikap kasar dan tidak menyenangkan. Ia tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang kita cintai. Ibunda Dandeli tau, anaknya mengetahui sesuatu.

Manson mengernyitkan dahi begitu Dandeli melewatinya. Namun ia tetap mengikuti langkah pincang anak itu. Berharap langkah pincang dan mantap itu membawanya ke Sea.

Ibunda Dandeli mengikuti dibelakangnya.



Terpaan angin laut diwajah mereka tidak membuat wajah kekhawatiran mereka menguap, justru semakin jelas membentuk. Dandelion tidak tau apakah melakukan hal ini benar, ia sudah berjanji pada sahabatnya itu untuk tidak memberitahukan siapa-siapa mengenai tebing itu. Namun, dia terbentur dengan rasa khawatirnya terhadap keadaan Sea. Setidaknya dia tidak membocorkan rahasia terbesar Sea, dia hanya membutuhkan bantuan orang yang lebih kuat untuk ke tebing mencari Sea, dan itu adalah Paman Manson.

Manson terperangah melihat kemana Dandelion membawa mereka. Tidak habis fikir, bagaimana bisa mereka sampai diatas sana.

“Paman,, mungkin Sea ada diatas sana,,” tunjuk Dandeli.

Manson melihat kedalam mata anak itu. Mencari-cari sesuatu, namun ia tidak menemukan apa-apa. Kemudian ia memanjat keatas dengan susah payah dan sambil memikirkan, bagaimana cara Sea bisa sampai diatas sana. Itu jika omongan si cacat itu benar. Tapi apa salahnya dicoba, siapa tau dia benar, Sea ada disana. Diatas tebing terjal yang menjorok kearah lautan nan dalam.

Walaupun angin kencang bertiup, keringat Manson tetap menetes. Dibawah sana Dandeli menunggu dengan penuh harap, dan Ibunda Dandeli cukup cemas dengan keadaan ini. Bulak balik dia menatap kearah Dandeli dan mendongak ke atas khawatir kalau-kalau Manson terjatuh, karena sudah beberapa kali kaki Manson tergelincir dan menyebabkan kerikil-kerikil terjatuh. Jangan sampai orang besar itu yang terjatuh dan menimpa dia serta anaknya. Sungguh merepotkan nantinya.

Berkali-kali Manson menyeka keringatnya. Matanya mencari-cari mana lagi yang akan menjadi pegangannya dan meraba-raba dengan kakinya yang besar mencari pijakan kuat untuk naik keatas, sesekali gagal namun tangannya yang mencengkeram  kuat telah menahannya untuk tidak terjatuh. Sudah hampir sampai. Dia mulai berteriak memanggil-manggil nama Sea. Tapi tetap tidak ada sahutan. Hanya angin yang malah membuat suaranya seperti melayang.

Begitu sampai diatas,, dia sempat terkesima melihat pemandangan yang luar biasa. Namun ia teringat akan tujuan dan usaha panjangnya sampai kemari. Dia ingin mencari Sea. Manson mulai menyisir atas tebing tersebut. Terdapat goa kecil dipojokan tebing yang didepannya terdapat bekas api unggun dan tulang-tulang ikan serta ranting ranting berserakan. Manson kebingungan melihat itu semua. Mungkinkah Sea ada diatas sini? Melihat medan yang terjal dan berbahaya, tidak mungkin fisik Sea bisa melewati itu semua. Dia masuk kedalam Goa dan melihat kedalam, kosong tidak ada apa-apa didalamnya. Hanya lagi-lagi ranting dan daun-daun seperti bekas alas untuk duduk yang ada disana.

Manson memutar otak mencari-cari bagaimana Sea bisa ada diatas sini. Seperti memang tidak mungkin Sea pernah ada diatas sini. Tapi si pincang itu menunjukkan tempat ini. Dan tempat ini,, tidak mungkin ada orang yang tau mengenai tempat ini. Jika saja si pincang tidak memberitahunya, seumur hidup Manson tidak akan tau. Tempat ini tidak mungkin terjamah siapapun. Lagi pula, siapa yang mau ber-rajin-rajin memanjat keatas tebing dengan ketinggian yang melelahkan seperti ini. Manson harus mencari tau. Dan kunci satu-satunya hanya ada di Dandelion.



Begitu sampai dibawah dengan susah payah, Manson langsung menghampiri Dandeli.

Melihat wajah kekecewaan Manson dia tau itu artinya apa, Sea tidak ada diatas. Dan Dandeli tau pertanyaan selanjutnya yang akan diajukan padanya.

“Diatas aku menemukan ranting-ranting pohon dan bekas-bekas bakaran ikan,, apakah kalian yang membuatnya?” tanya Manson dalam.

Dandelion hanya tertunduk. Dia tidak berani bersuara. Mungkin ini adalah saat yang tepat untuk memulai menjadi orang bisu, pikirnya dalam hati. Ia akan tetap menjaga rahasia besar sahabatnya itu sampai kapanpun. Ia akan bersikap sama seperti Sea, diam dan menjaga pertahanan kerahasiaan ini.

“JAWAB!!!” teriak Manson geram melihat sikap Dandelion.

“Hentikan Manson,, kau sudah membawa anakku terlalu jauh untuk masalah ini,, dia tidak tau apa-apa!” Ibunda Dandeli melerai keduanya. “Sudah nak,, kita pulang,,”

Sebenarnya Ibunda Dandeli tau jika Dandeli tau sesuatu, namun ia tidak mau anaknya menjadi bulan-bulanan Manson. Dari tadi ia sudah tidak tahan melihat anaknya di maki-maki tidak jelas. Ini sudah cukup. Ibunda Dandeli kemudian membawa Dandeli pergi dari sana.

Manson kembali mendongak keatas lalu melihat punggung dua manusia, ibu dan anaknya yang pincang pergi meninggalkannya sendirian. Kali ini,, dia benar-benar merasakan sendirian tanpa Sea. Dia sudah tidak tau lagi kemana harus mencari Sea. Hatinya pedih mengetahui kenyataan itu. Apa mungkin Sea kembali kelaut tempat dia menemukannya dulu. Tapi tidak mungkin,,, Sea tidak pernah ia ajarkan berenang dari kecil. Sea tidak bisa berenang. Ia sengaja melakukan itu agar Sea tidak meninggalkannya.

Manson lututnya melemas. Mendadak menyesali dirinya yang tidak mau mengajarkan Sea berenang, padahal dia tinggal didekat laut. Dia menyadari, tidak mengajarkan Sea berenang sama saja membunuh anaknya. Bagaimana jika Sea terjatuh ke laut? Dan tenggelam tersapu ombak?

Air mata Manson menetes. Dia menyadari kesalahannya selama ini. Ingatannya kembali pada hari-harinya bersama Sea. Anak gadisnya yang belia dan cantik, kulitnya bercahaya jika terpapar matahari. Matanya yang biru dan indah,rambut ikal hitam legam dan panjang, banyak laki-laki desa yang mendekatinya untuk sekedar bisa bercakap atau melihat Sea langsung dirumah. Berbasa-basi minta diajarkan ilmu melaut. Padahal mereka sudah lihai melakukannya. Beruntung sikap Sea yang dingin dan pendiam terhadap mereka, membuat Manson lebih mudah bersikap. Sikap diam Sea sangat membantunya dalam usaha mengusir mereka secara halus.

Manson kali ini belajar dari kesalahan terbesarnya. Apa yang ia genggam terlalu erat justru malah hilang begitu saja. 
to be continue
-winda-

May 21, 2013 0 komentar

Dijujuri lebih baik bukan?




"sebelum saya berniat untuk berkhianat, saya selalu berfikir,, apakah yang saya lakukan benar? siapa yang akan saya sakiti nantinya, dia atau malah saya sendiri?
jadi,
pikirkan baik-baik
 sebelum kita bersusah payah 
menjahit kembali hati yang kita rusak dengan sengaja disana sini,,"





Cinta itu buta?


Really?


Yang jadi pertanyaan disini,, sebenarnya yang buta itu cinta,, atau nafsu?



Patah hati karena pengorbanannya ternyata sia-sia. Lalu apa? Kamu yang dengan suka rela memberikan segalanya kepada pacarmu, begitu pacarmu memilih pergi meninggalkanmu karena sudah merasa tidak membutuhkanmu, lalu kamu merasa hatimu patah? Wajar. Semua orang pasti mengalami patah hati. Tapi kita bukannya masih ada pilihan? Menjadikan patah hati itu sebagai bahan pembelajaran atau menjadikannya sebagai bahan bakar untuk api kemarahan? Hanya itu pilihanmu saat ini.



Situasinya hampir sama seperti ketika ada pasangan yang menuntut pengorbanan disebuah hubungan yang tidak jelas ujungnya. Kalau boleh, saya sebut tuntutan itu dengan pembuktian berkedok pengorbanan, atau nafsu yang berkedok pembuktian,, entah lah, intinya sama saja. SAMA-SAMA MENYUSAHKAN diakhirnya. Actually, saya tidak akan mau berkorban sebegitu pengorbanannya pada kekasih saya yang pastinya belum menjadi suami saya. Meskipun se-sayang-sayang-nya saya pada orang itu. I don’t care jika waktu itu saya dibilang kolot or what everlah,, memangnya kalau nanti saya kenapa-kenapa diakhir hubungan semu itu, situ mau bertanggung jawab? No,, saya masih tau batasan-batasan. Oleh karena itulah, saya tidak pernah berkomentar banyak begitu mendengar atau melihat berita-berita yang mengabarkan pengorbanan yang katanya karena cinta. Toh akibatnya situ yang nanggung sendiri kan? Katanya cinta? Kalau cinta ngapain ditanyain lagi yang udah dikasih,kan situ yang ngasih sendiri bukan? Kadang malah ngasihnya tanpa diminta,, betul?





Pesan khusus saya buat yang ingin main api,,



Be fair!


Jika merasa bosan dan ada yang salah, komunikasikan dengan pasangan kamu supaya ada jalan keluar yang tidak berat sebelah, atau selesaikan dulu hubungan kamu dengannya sebelum kamu memulai hubungan yang baru. Berhubung saya lebih memilih kejujuran yang menyakitkan dari pada kebohongan yang membuai, jadi saya menyarankan untuk lebih baik bersikap jujur dan terbuka. Itu lebih dihargai dari pada kamu malah tertangkap basah dan berpura-pura bodoh dihadapannya.



Well,, itu menurut cara berfikir saya yang memang lebih memilih ‘DIJUJURI daripada DIBOHONGI’. Maaf jika ternyata cara berfikir saya tidak sama dengan yang diharapkan. Bukannya ingin menjadi yang paling benar, tapi hanya ditujukan untuk pembelajaran saya yang saya ambil dipengalaman orang lain.Saya hanya menambah wawasan saya akan rasa. ^^

May 17, 2013 1 komentar

Saling menghargai,,




Janji yang berwarna pelangi itu,,
Kini ada disini, dihadapanku,,

Siap untuk kubaurkan,,

Janji ketika semua manis dan belum berkelok,,
Ketika semua indah saat ramai celoteh kita bercengkrama dengan gelak tawa,,
Ketika semua masih dalam satu alur yang membawa mimpi bersama menguap ke atas untuk tergapai,,
Ketika kesulitan dan kesenangan kita masih berada digaris yang sama,,
Ketika tidak ada prasangka rebut atau memperebutkan,,
Ketika saling menghargai menjadi tiang yang mempererat,,
Ketika kesalahpahaman lebur menjadi kata maaf,,,
Ketika dukungan selalu ada digenggaman kita dan siap diberikan kepada yang tidak meminta,,

Jarak dan Waktu membuat janji berwarna pelangi itu hanya menjadi ingatan,,
Menjadi ingatan yang membuat lubang kosong dan terkucilkan,,

Sekarang,,

Janji yang berwarna pelangi itu,,
Kini ada disini, dihadapanku,,

Siap untuk kubaurkan,,
Bukan lagi menjadi pelangi,,
Menjadi warna,,
Merah,, Jingga,, Kuning,, Hijau,, Biru,, Nila,, dan terakhir Ungu,,
Simbol individu kita,,


                Aku menyudahi catatanku. Menarik nafas panjang dan melihat keluar jendela. Langit masih beriringan diluar sana,perlahan dan pasti berpindah tempat. Menyadarkanku, bahwa apapun yang diciptakan tuhan pasti akan selalu bergerak. Entah bergerak maju atau mundur. Tergantung dari apa yang sudah kita usahakan.
                Aku Dea, seorang yang baru saja merasa kecewa dengan keadaan. Kecewa dengan apa yang sudah kunilai berharga ternyata mengecewakanku. Kecewa dengan apa yang kubangga-banggakan, ternyata mencemoohkanku. Kecewa dengan apa yang kujunjung dengan arti kata solidaritas, ternyata hanya kepura-puraan.
                “De,, yuk pulang!” ajak Tiar.
                Aku masih asik memperhatikan gerak awan dan menerka-nerka bentuk awan diatas sana.
                “Ayo! Gue laper ni De,,” ajak Tiar lagi.
                “Yuk,,” sahutku terperangah sambil membenahi segala atribut ini.
                Diperjalanan kami menuju kantin, Dea seperti bisa membaca apa isi kepalaku ini.
                “Udah,, ga usah dipikirin,,” ujarnya santai.
                Aku hanya menyunggingkan senyum terpaksa dihadapannya.
                “Ayo doong semangat,, Mana nih Dea temen gue yang selalu punya semangat tempur melebihi semangat tempur pasukan irak?” Celetuknya.
                Kali ini aku benar-benar tertawa mendengar kata-katanya.
                “Lo bisa aja yar,,”  
                “Heheee,, eh tapi gue ga nyangka De,, asli deh beneran,komennya tuh ga pantes aja keluar dari mulut dari seorang temen,, bukannya lo temenan lumayan deket ya sama dia? Kata lo sering hang out bareng sama dia? Kok bisa gitu?
”Ga papa lah Yar,, itu namanya demokrasi,, hak asasi manusia kan mengemukakan pendapat dimanapun? Lagian juga itu masalah selera, ga mungkin gw maksain selera gue ke dia atau ke elo? Ya kan?”
“Selera sih selera,, tapi bukan kaya gitu juga caranya,, dimana-mana,yang namanya temen itu saling mendukung, meskipun selera kita beda,selama itu positif dan membangun cita-cita,kenapa engga?”
“Iya,, Cuma,, Gue sih nganggepnya itu kritikan aja buat gue,,”
“Deaaaaa,, lo tuh! Aduhhh susah deh ngasih tau lo! Ini yang bikin gw geregatan sama sikap lo,, pantesan aja lo tuh digampangin sama temen-temen lo!”
“Jangan gituuu dong Tiaaaaarrrr,,, lo kan juga temen gue,, brarti lo ngegampangin gue dong!”
“Denger ya! Kritik sama TIDAK MENGHARGAI itu berbeda! Kalau kritik itu, orang yang komen mengenai kita,itu pengen kita lebih baik lagi dimasa mendatang,, sedangkan kalau tidak menghargai, ya kaya temen lo itu! Ga tau apa isinya, tiba-tiba ngejudge kalau karya lo ga jelas! Dia bahkan ga pernah liat karya lo apaan! Sumpah gue yang jadi emosi,,”
“Mungkin selera yang beda kali Yar,,”
“Seperti yang gue bilang sebelumnya,, Selera boleh beda, tapi bukan berarti selera yang diluar selera kita itu ga bagus!”
“Iya,,”
                “Gini deh,, emangnya lo ga bisa nilai? Siapa yang selalu ada disamping lo saat kesulitan dan siapa yang hanya mau ada disamping lo ketika seneng-seneng aja? Kalau gue jadi lo,, gue pasti tau nantinya nama siapa-siapa aja yang akan ada di kata pengantar buku gue kalo terbit,,”
                “Hah? Siapa yar? Gue yah pliiiisss,,, hehehee” aku merengek seperti seorang anak kecil minta dibelikan mainan pada ibunya.
                Yang pasti,, mereka yang enggan ada disamping gue ketika gue susah,, Ga pantes ada disamping gue ketika gue jaya! Yang namanya temen itu saling mendukung dan terpenting saling menghargai De,, kalo udah ga ada saling menghargai, itu namanya bukan seorang teman,, tapi hanya saling kenal,,thats it!

***

"Teman,masing-masing memiliki tempat tersendiri dihati ini,,"
with love for u all
-winda-

               

Total Pageviews

Blogger templates

 
;