Jul 29, 2013 2 komentar

For our Ma,,, -with hug-



Aku ingin membawamu dengan nyanyian mendayu dan syahdu,,
Dengan hamparan alat musik penuh dengan ketukan nada nan menyentuh,,
Tak terkatakan akan ribuan simphoni cinta yang kan ku lantunkan langsung melalui hatiku,,
Aku milikmu ma,,
 
Ma,,
Seindah apapun hamparan cita-citaku,,
Seindah apapun hamparan angan-anganku,,
Seindah apapun hamparan pencapaian hidupku,,
tak akan ku rengkuh satupun jika harus menyia-nyiakan doa mu,,
 
Ma,,
Duniaku adalah pandangan harapanmu,,
Kan kujaga dengan mambawamu didalamnya,,
Membawamu dalam kemajuan dunia yang semakin lupa apa arti jasa,,
Dan membuatmu tenang akan pembuktianku akan ketidak berpengaruhnya itu semua bagiku,,
 
Ma,,
Tenanglah didalamnya,,
tetaplah memelukku dalam keheningan perkataan,,
memelukku dalam tulisan tanpa tinta pernyataan,,
 
Aku tau,,
dalam setiap sujudmu,,
terbisik namaku dibenakmu,,
dalam lelapmu,,
ada aku dalam kesiagaanmu,,
 
Tanpa Papa disisimu,,
Ma mengagumkan,,
Ma menakjubkan,,
Ma seperti langit,,
 
Ma,,
cintaku tidak sebatas hari ibu,,
cintaku tidak sebatas hari ini,,
cintaku sebatas Allah yang menentukan,,
Aku mencintaimu melebihi nyawaku,,
 
 
''Mom,, i know we r always in fight,, 
but,,
i love you
n thats not enough to pay every kindness what u allready did to me in the past,,
i love u i love i love love u,,
i love u,,
is that enough?
no,,"
 
-winda-
 
sumber gambar : noiamar.com

 
 
0 komentar

SEA - to find out! --- 3




Ganggang laut yang meliuk-meliuk memanjakan mataku dengan segala warna-warninya. Belum lagi ikan-ikan kecil yang merona wajahku dengan tatapan persahabatan mereka. Syukurlah mereka tidak takut padaku. Mungkin karena mereka yakin karang-karang dan lumut-lumut indah itu akan selalu setia sebagai tempat perlindungan jika tiba-tiba saja aku melakukan perbuatan buruk. Aku melihat biasan-biasan cahaya yang indah merasuk ke kedalaman laut ini. Cahaya yang satu ini tidak sepanas didaratan, justru ia menghidangkan pemandangan yang menakjubkan jika bergabung dengan ganggang-ganggang dan ikan-ikan beraneka rupa bentuknya. Menyenangkan sekali mata ini memandangnya.

Aku terus merangsek ke kedalaman lautan, mengikuti pola air,memasuki lingkaran-lingkaran indah yang terbentuk tanpa sengaja oleh karang-karang mati namun ternyata hidup. Bercengkrama sejenak dengan sesepuh lautan, sang penyu tua yang tanpa lelah bertualang. Bermain pasir didasar laut dan mencoba berbagai gaya renang yang kuinginkan dan kuciptakan sesuka hati. Menerobos gerombolan ikan laut yang menakjubkan. Aku bahkan tidak bisa membedakan, saat ini aku sedang berenang? Atau terbang? Karena dua hal tersebut bisa kulakukan secara bersamaan saat ini. Dadaku tidak lagi sesak, hanya saja bayangan-bayangan yang sangat mengganggu itu sesekali terbersit di kepalaku. Aku masih mencoba menerka-nerka apa yang ada dibayangan itu, yang aku ingat hanya beberapa yang mirip denganku. Kulit bercahaya bila terkena sinar mentari, dan dapat hidup dalam dua dunia. Dunia bawah air dan atas air, tetapi pakaian yang mereka kenakan jauh lebih menakjubkan dari pada baju sederhana yang kukenakan saat ini. Mereka memiliki tatapan mata yang tajam namun teduh, ada salah satu dari mereka  tampak menyeramkan, tapi aku tidak terlalu ingat bagaimana tepatnya.

Aku masih menyusuri lautan dalam ini, mencoba mencari jalan keluar yang mungkin saja menjadi jawaban pula akan keanehan diriku. Melalui bisikan-bisikan halus sewaktu aku memutuskan terjun dari atas tebing, aku merasa suara halus tersebut justru membimbingku. Menuntunku entah kemana, namun hatiku meyakini sesuatu, aku harus mengikuti bisikan halus itu. Itu dia,, mataku menangkap lingkaran karang yang dipenuhi oleh ganggang-ganggang tanaman laut yang menyorong kesebuah lingkaran kelam. Sangat sunyi disana, aku ragu-ragu mendekatinya. Aku maju untuk melihat isinya namun sia-sia, aku tidak melihat apapun disana. Aku balik mundur kebelakang, entah karena kelelahan, keberanianku menciut. Mungkin sebaiknya aku harus istirahat memulihkan tenagaku setelah perjalanan jauh ini. Aku sampai lupa waktu, sepertinya tadi masih siang hari dan matahari masih bersinar terang datas sana,dan baru kusadari aku benar- benar kelelahan. Sebaiknya baru esok hari aku mencari cara agar dapat memasuki lubang itu. Aku melesat berenang ke permukaan, sambil melihat sekeliling menghafal tempat lubang kelam itu berada. Setelah yakin aku mengingatnya, tanpa ragu aku mencuat kepermukaan.

Nafasku terengah-engah setelah menghirup udara permukaan. Membiasakan kembali bernafas dengan udara atas air. Aku mencari-cari daratan yang bisa kusinggahi untukku beristirahat malam ini. Sebenarnya bisa saja aku tidur di dalam air, namun arus dalam air tidak bisa diperkirakan. Diatas permukan mungkin terlihat tenang, namun dibawahnya, arus air meliuk-liuk seperti angin badai yang tidak bisa kita perkirakan datangnya. Dan dengan kondisiku yang masih belum mahir untuk keadaan seperti itu, aku memutuskan untuk mencari daratan. Diujung pandanganku sebelah kiri, aku melihat titik hitam kecil. Aku memicingkan mata memastikan apakah itu sebuah pulau atau perahu. Titik hitam itu diam ditempat tidak bertambah kecil ataupun bertambah besar. Aku yakin itu pulau. Letaknya kira-kira hanya sekitar dua kilometer dari tempatku mengapung saat ini. Aku berenang mendekati pulau itu.

Sambil terus memperhatikan, aku mendekati pulau itu. Ya, benar itu sebuah pulau kecil dan landai. Aku mengitarinya memeriksa apakah berpenghuni atau tidak. Aku berenang kearah barat pulau tersebut, mengitarinya dan mengawasinya dari jauh. Dengan teliti kuperhatikan bentuk-bentuk yang ada diatas pulau tersebut. Tidak ada bentuk manusia disana. Tidak ada perahu yang ditambatkan, itu artinya pulau ini kosong. Aku masih mengitarinya sekedar untuk lebih memastikan tidak ada makhluk hidup diatasnya, tetap kosong. Hanya batu besar hitam dilandainya pasir yang membentuk seperti sebuah kubus yang ringsek disana-sini. Aku memilih mendekati batu itu. Masih dalam keadaan waspada. Jika ternyata ada kehidupan dipulau ini, batu besar ini bisa kujadikan sebagai tempat persembunyian. Pepohonan dipulau itu bergoyang tertiup angin laut mengawasi gerak-gerikku.

Dengan penuh kewaspadaan tingkat tinggi, kakiku mulai merasakan bisa menjejakkan langkah dipasir. Itu artinya aku sudah dipulau. Namun air laut masih menutupi tubuhku sebatas leher. Perlahan aku melangkah, mengendap-ngendap. Sungguh, aku sedang didera kelelahan yang luar biasa. Dengan kelelahan ini aku benar-benar tidak siap jika harus bertemu siapapun itu. Aku menyentuh batu kubus itu memastikan itu benar batu dan bukan makhluk hidup. Memperhatikan detail-detail bentuknya. Batu ini seperti dilemparkan kesini dari langit dan langsung menancap kokoh ke pantai berpasir hangat ini. Aku lalu mengintip dari baliknya, melihat jauh kedalam pulau. Tidak ada cahaya penerangan atau apapun. Sekarang aku bisa bernafas lega. Aku sudah yakin pulau ini tidak berpenghuni.

Begitu aku sudah yakin aku akan aman. Aku mulai mencari ranting dan dedaunan untuk alasku beristirahat. Aku memasuki hutannya, mematahkan beberapa ranting pohon, dan memanjat pohon kelapa mengambil buahnya. Menumpuk ranting yang sudah terkumpul dan menebar daun untuk alas. Aku duduk bersila dialasku mengahadap ranting-ranting yang siap kubakar sebagai penghangat. Untuk kali ini, aku beruntung menjadi manusia aneh. Seperti seorang penari bali yang jemarinya lentik, aku membiaskan api dari jemariku. Ranting langsung terbakar sempurna.

Aku meluruskan kakiku dan kedua tanganku menopang tubuh, kepalaku mendongak keatas. Seperti biasa, aku memperhatikan langit.

“Paman,, bagaimana keadaanmu dirumah? Aku tau kau pasti mengkhawatirkan aku,,” gumamku memecah kesunyian yang bersahabat dengan suara debur ombak.

Seketika aku membayangkan rahang kuat paman yang menegang jika ia sedang dalam keadaan khawatir akan kondisiku, lalu berganti dengan senyuman hangatnya dan tawa gelegarnya yang menyenangkan. Air mataku menetes. Tapi aku berusaha agar tidak sesenggukan, aku harus kuat dan berani. Bukankah sudah bertahun-tahun aku merencanakan ini semua. Cahaya bintang-bintang itu mulai pudar, airmataku ternyata jatuh tak henti-henti. Aku menarik ujung lengan bajuku untuk menghapus airmata rindu ini. Aku juga ingat Dandelion, aku sangat menyesal tidak memakai gelang kaki yang dia berikan padaku. Jujur saja, aku membutuhkan itu.

Dengan rasa lelah yang sudah tidak tebendung, aku merebahkan diri. Lagi dan lagi aku melihat bintang. Lalu aku ingat sesuatu, kuraba dadaku mencari liontin yang terbuat dari lempengan mangkuk yang ditemukan paman bersamaan dengan menemukanku. Ini satu-satunya yang bisa menjadi petunjukku. Petunjuk sebagai arah mata angin dan penunjuk jalan kebenaran darimana sebenarnya aku berasal. Aku tidak tau apa yang kulakukan ini terlalu berlebihan atau mengada-ada. Memang seharusnya aku tetap disisi paman dan menjadi anak gadisnya yang manis selamanya. Bukankah paman Manson menyayangiku lebih dari apapun. Tapi, aku tidak menjadi diriku sendiri. Aku bahagia melihat paman Manson bahagia. Dan aku sedih melihat paman Manson bersedih. Tapi tanda tanya besar yang ada pada dalam diriku tidak bisa kuselimuti dengan itu semua. Aku haus akan pengetahuan, ‘apa’ aku sebenarnya.

  Begitu banyak pemikiran-pemikiran, ribuan rasa dari berbagai perasaan dan pertanyaan-pertanyaan yang mengusik batinku sebelum ku benar-benar terlelap. Mataku menjadi berat dan ku memutuskan mengeluarkan aura hangat dari tubuhku agar angin kencang tidak membuatku menggigil. Setelahnya, meniup api unggun dan terlelap.



***

Pagi hari disisi lain pulau, Samudra masih sibuk menyiapkan segala sesuatunya di pondokan. Sebenarnya dia ingin sekali menikmati betapa indah dan nyamannya daerah sekitar pondokan tersebut. Namun entah apa yang membuatnya urung dan mengerutkan dahi, dia tetap melakukan aktifitasnya.

Setelah yakin apa yang sedang dilakukannya telah selesai, Samudra masuk kedalam kamar dan mengambil peralatan menyelamnya. Tatapan matanya yang tajam, rahangnya yang kuat, bahu tegap dan tubuh yang penuh sekali gambar. Menandakan jika dia adalah laki-laki yang sangat keras. Namun jika ditelisik dari matanya, sungguh tidak bisa ditebak.

Begitu memeriksa segala atribut menyelamnya sudah lengkap, Samudra melangkah keluar hutan menuju pantai. Matahari pagi yang lumayan menyengat tidak mengurungkan niatnya untuk menyelam hari itu. Dengan pasti Samudra mulai mengenakan segala atribut menyelamnya sesampai di tepi pantai. Samudra sama sekali tidak menyadari adanya sosok Sea yang sedang tertidur lelap kelelahan dibalik batu besar yang tepat berada dihadapannya. Sampai ketika ia melihat adanya kejanggalan yang menarik perhatian. Tapak-tapak jejak kaki diatas pasir pantai yang tertinggal disana-sini membuatnya berfikir keras. Siapa yang ada dipulau ini selain dia. Samudra tanpa ragu mengikuti jejak-jejak kaki tersebut yang malah membawanya ke balik batu tempatnya tadi berdiri. Dengan hati-hati Samudra melihat ke balik sisi batu tersebut, dan ternyata, apa yang dia lihat diluar perkiraannya.

Dengan alis mengkerut dan mata menatap tajam. Samudra mencoba menebak siapa wanita yang terbaring dihadapannya. Samudra memperhatikan penampilan wanita tersebut. Berpakaian lusuh namun memiliki kulit putih yang bersih dan wajah yang tidak dipungkiri kalau wanita ini terlihat cantik. Malah sangat cantik. Kulitnya seperti bersinar jika terkena cahaya, mungkin karena saking putih dan bersihnya membuat dia tampak bersinar, pikir Samudra. Tapi bukan itu yang menjadi masalah, siapa dan apa yang membuat wanita ini ada disini? Samudra masih menebak-nebak di benaknya, mungkinkah dia hanyut dan terbawa ombak sampai kesini? Atau dia memang penduduk asli pulau ini? Tapi tidak mungkin, Samudra sudah memastikan kalau pulau ini benar-benar tidak berpenghuni. Dan satu lagi pertanyaan besar, apakan wanita ini masih hidup? Dengan setengah berlutut dan betumpu pada kaki kanannya, Samudra mencoba memeriksa nadi wanita ini. Tapi begitu jemarinya hampir menyentuh pergelangan nadi wanita tersebut, Sea perlahan terbangun, matanya membuka. Samudra sedikit terperangah dan beku. Dia bisa melihat kedalam mata Sea yang sekarang terbuka dan terbelalak terkejut melihat kehadirannya. Samudra seperti melihat kedalaman lautan yang indah dimata biru Sea. Dan Sea yang terkejut akan kehadiran Samudra langsung mundur begitu menyadari ada orang lain dihadapannya.



-to be continued-

sumber gambar: uclub-brother.blogspot



0 komentar

Sapa saya untuk teman-teman, setelah sekian lama,, ^^

Tentunya seribu pelukan untuk teman-teman semua atas keterlambatan saya untuk melanjutkan cerita di blog ini. Maaf banget ya semuaaa,,,, ini karena kesalahan teknis. Modem saya berulah dan membuat saya hanya bisa menggerutu karena tidak bisa beredar diinternet, kalaupun bisa itu harus ke warnet atau harus nongkrong berjam-jam di hotspot, seperti yang sedang saya lakukan disaat ini. 

Segelas medium orange juice dan satu buah donat double choco peanut butter menemani 
saya dan leptito untuk memposting blog ini. Berhubung saya lagi ga puasa, jadinya tempat ini sepi dan bisa dapet tempat yang nyaman,, alhamdulilah. 

cerita serial SEA akan saya posting setelah ini,, jadi,, cekidot ya,,

luv u all ^^

-winda- 


@Dunkin Donuts Pondok Gede 7/29/2013 2:24 PM
 

Total Pageviews

Blogger templates

 
;