Apr 13, 2013

Ini janjiku Raya,, -Cuplikan-

"Aku sudah pernah berjanji padamu bukan?" Fe berkata bukan tanpa emosi, terlihat dan terdengar dari raut wajahnya dan suaranya yang penuh akan rasa kecewa. Aku melihat air mata itu menggenang dibola matanya nan indah. Mati-matian dia berusaha agar tetesannya tidak jatuh hingga membuatnya luluh dan menghapus ketetapan hatinya yang ia panggul dengan susah payah.

"Boleh aku minta kamu tarik kembali janjimu itu?" pintaku.

"Tidak."

*      *      *

Akhirnya aku bisa mendapatkan seorang wanita yang lama kuincar. Dia Fe, sosok wanita bermata indah dan memiliki pandangan yang jauh berbeda dari wanita-wanita yang pernah kudekati. Kami sudah menyatukan hati kami hampir setengah tahun.

"Kenapa kamu melihatku seperti itu Raya?" Tanya Fe yang masih sibuk dengan segala atribut jurnalistik ditangannya. Tidak seperti wanita lain yang pernah kudekati, biasanya mereka akan salah tingkah dan tersipu-sipu malu jika ku tatap dengan tatapan yang mampu membuat luluh mereka. Tapi tidak dengan Fe. Dia memang sadar sedang kuperhatikan, tapi dia mengacuhkannya.

"Kamu cantik,," Ujarku. Well,, biasanya begitu aku melancarkan serangan ini, pipi wanita akan memerah seperti kulit apel.

Fe ternyata tidak mendengarkan aku. "Raya, kamu udah makan? Aku laper seharian belum makan gara-gara ngejar nara sumber nih,,!"

Aku menyerah,, "Oke, ayo kita makan." Sahutku tidak semangat.

Ditempat makan, aku dan Fe duduk berdampingan. Kami makan di warung pinggir jalan yang tidak biasanya ku datangi dengan seorang wanita cantik. Kalau bersama teman,, okelah,,. Tapi kalau untuk kencan dengan seorang wanita, biasanya aku akan jaga gengsi dengan mengajak mereka ke resto high class. Tapi tidak dengan Fe. Wanita yang satu ini malah tidak mau menginjakkan kaki ke resto yang kutunjuk.

"Kamu kenapa ga mau makan ditempat yang tadi sih Fe? Kan lebih cozy suasananya,trus lebih enak lagi makanannya,, lebih bersih pula,," Tanyaku begitu kami selesai memesan makanan.

"Makan aja dulu yuk,, aku laper,, ngobrolnya nanti aja,,"

Dengan kesal aku menghabiskan makananku begitu dihidangkan. Oke,, aku mulai kesal dengan keadaan seperti ini dan mulai bosan dengan keadaan.

*      *      *

Keesokan harinya,,

"Fe? Kamu dimana?" Tanyaku di telphone.

"Aku masih di kantor redaksi Ray,, kenapa?"

"Apa?!!! Kamu gimana sih! Kata kamu hari ini ga jadi kesana? Terus gimana sama janji kita?"

"Iya maaf aku harus ngumpulin naskah yang telantar,, kamu sama temen-temen aja nontonnya, aku masih belum bisa pulang, abis ini mau ada kegiatan lagi,,"

"Oke!" Aku langsung menutup telphone. Benar-benar membuatku emosi. Bagaimana bisa Fe tidak menepati janjinya padaku? Hah,, sudahlah. Aku pun mencari-cari nama lain di kontak telephone genggamku. Regina,, YA! The another one. Lebih seru daripada Fe yang sedang sibuk sendiri itu.

*      *      *

Regina hari ini tampak modis. Torehan make up diwajahnya membuatnya semakin cantik dan memukau setiap pria yang memandangnya. Dari ujung rambut sampai ujung kakinya terawat luar biasa. Sangat anggun dan berbeda sekali dengan Fe yang selalu tampil tanpa make up. Ya walaupun Fe tampak cantik tanpa make up,, tapi Regina lebih menggoda kali ini.

Aku menghabiskan waktu dengannya seharian ini. Seru sekali menemaninya kesana kemari dengan segala canda tawanya. Walaupun aku harus keluar modal yang nyaris membobol dompetku. Tapi tidak apalah.

Aku lalu mengajak Regina mampir kerumahku sebentar sebelum mengantarnya pulang. Bukan untuk bertindak macam-macam. Tapi hanya sekedar untuk mengambil peralatan melukis milik Fe yang tertinggal dirumahku. Rencananya setelah mengantar Regina aku akan kerumah Fe untuk mengembalikannya.

Begitu mobilku masuk ke pekarangan rumah. Fe keluar dari pintu diantar oleh adikku yang sudah autis dari kecil dengan membawa peralatan lukis yang tadinya akan kuantar kerumahnya. Adrenalinku memuncak.

Bukan! Bukan karena aku takut ketawan Fe akan affair ku dengan Regina. Melainkan aku takut Regina melihat adikku yang autis dan membuat harga diriku jatuh dhadapannya. Dengan penuh emosi dan terburu-terburu, aku menghampiri mereka. 

"Apa yang kamu lakukan disini Fe!" Tanyaku padanya dengan nada tinggi.

Fe terkejut dengan reaksiku yang diluar kebiasaan. Dia hanya menunjukkan peralatan lukis itu ke arahku tanpa berbicara apapun.

"Kenapa Ray?" Regina sudah turun dari mobil.

Aku semakin tidak bisa berfikir. Bagiku ini semua sudah berantakan. Aku melihat wajah penuh rasa heran yang diperlihatkan Fe kepada Regina.

"Ini siapa Ray,,,? Dan perempuan ini siapa?" tanya Regina lagi.

Pertanyaan sederhana tapi sulit dijawab. Ini adalah pertanyaan yang selama ini aku hindari keluar dari mulut wanita manapun. Kalau aku jawab anak autis ini adikku, bagaimana jadinya nanti aku dihadapan teman-temanku yang lain? Regina pasti akan menjadikan hal ini sebagai gosip terhangat. Aku tau bagaimana mulut Regina. Dan Fe? Dia pasti akan segera memutuskan hubungannya denganku begitu tau Naya si anak autis ini adalah adikku. Situasi ini membuat isi kepalaku berantakan. 

Fe masih diam. Aku tau dari tatapan matanya kalau dia menuntut penjelasan padaku mengenai kejadian ini.

Dan Naya,, adikku ini. Aku mencintainya,tapi untuk kali ini, aku harus melukai hatinya. Tatapan matanya yang polos hanya fokus pada diriku. 

Regina masih menunggu jawabanku.

"Dii,, dia,, dia adalah tetanggaku,, anak ini sering main kesini,," Mulutku refleks mengeluarkan kata-kata kejam itu. Aku tidak berani menatap mata Naya.

"Dan dia siapa?" Tanya Regina lagi menunjuk kearah Fe.

Baru aku mau menjawab. Fe langsung menyambar ucapanku.

"Saya KAKAK dari anak ini! Maaf sudah mengganggu permisi,," Fe langsung membawa Naya pergi dari hadapanku dan Regina. Kata-katanya barusan benar-benar menamparku.

*      *      *

Sepulang dari mengantar Regina aku menjemput Naya ditempat Fe. Aku berharap Fe tidak bertanya apapun nantinya.

Sesampaiku disana, Fe membukakan pintu kamarnya dan memperlihatkan Naya yang tertidur pulas dengan spidol merah masih tergenggam dijemarinya. Disebelahnya terdapat fotoku yang sedang berdua dengan Fe, dalam keadaan wajahku disitu sudah tertutup oleh coretan-coretan abstrak tak terbentuk.

"Naya membantuku menghajarmu di foto itu,,aku tidak bisa menahannya,," Ujarnya menjawab pertanyaan dibenakku.

 "Maaf,, tadi ibunya mencarinya kerumah,aku harus memulangkannya ke ibunya,, aku tidak ingin dia menunggu terlalu lama,," Aku langsung menerobos ke kamar Fe hendak mengangkat Naya.

Tapi tangan Fe menghentikannya.

"Mau sampai kapan kamu menyembunyikan ini semua dariku Raya? Aku sudah tau dari dulu, kamu dan Naya kakak adik,,"

"Itu cuma gosip!"

"Gosip apa!!! Nama kamu Raya! Nama dia Naya! dan wajah kalian sangat mirip satu sama lain! Aku tidak sebodoh wanita-wanita yang selama ini kamu tipu Raya!"

Kata-kata Fe diluar dugaanku. Jadi selama ini dia sudah tau semuanya. "Bagus! Jadi kamu udah tau Fe,,sejak kapan?"

Fe tidak menjawab. Ya sudah, aku langsung mengangkat tubuh Naya yang tertidur pulas dan memasukkannya ke mobil. Fe mengejarku. 

"Raya,, tunggu,, aku ga bermaksud untuk,,"

"Ini semua gara-gara kamu Fe! Seharusnya kamu tepatin janji kamu hari ini ke aku! Harusnya kita pergi hari ini berdua. Aku jalan sama Regina juga gara-gara kamu. Dan Regina ketemu Naya juga gara-gara kamu!"

"Apa? gara-gara aku? Aku mana tau kalau kamu sama Regina? Lagi pula salah aku dimana?" Fe mulai menitikkan airmata itu di mata indahnya.

"Pantas selama ini kamu dingin terhadapku,, jadi kamu udah tau kalau Naya itu adik aku,,"

"Apa maksud kamu,,?" Tanya Fe takut-takut.

"Aku ingin satu hal,,kamu janji untuk menuhi janji kamu kali ini,, dan jangan pernah kamu ingkar seperti kamu ingkar pada janji kamu hari ini,,,"

"Apa,," Suara Fe bergetar.

"Jangan pernah masuk kedalam kehidupan aku dan Naya lagi,, mulai saat ini,,"

"Hah? Raya apa maksud kamu,, jangan lakukan ini Raya,, aku mohon,,"

Aku tidak mampu menjelaskan apa apa lagi kepada Fe. Aku sendiri tidak tau apa yang sudah kukatakan. 

"Apa ini karena Regina? Apa kamu malu sama Regina tentang keadaan yang sebenarnya? Apa cuma Regina yang menjadi kepentinganmu saat ini?" Tanya Fe tak henti-hentinya.

"Ya,," isi kepalaku sudah tidak karuan. Aku bahkan tidak tau apa yang sudah kuucapkan baru saja.

"Baik,, aku janji,,"

Mendengar kata-katanya membuatku menatap mata Fe yang berair. Aku telah menyakitinya. Apa ini yang aku inginkan? 

Sudahlah. Aku yakin setelah ini situasi akan kembali menjadi normal. Aku harus melupakan Fe dan Fe harus melupakan aku. Ini satu-satunya jalan yang terbaik yang bisa kupilih.

*      *      *

Dua minggu sudah aku memutuskan hubunganku dengan Fe. Dan menjalin hubungan baru dengan Regina. Sifat Regina sangat bertolak belakang dengan Fe. Fe lemah lembut terhadap siapapun. Bersikap sopan dan santun terhadap siapapun. Menyayangi anak kecil seperti Naya meskipun Naya seorang anak autis. Belum lagi gaya hidup sederhana Fe yang banyak mengajarkanku bagaimana menjadi bermanfaat untuk orang lain.

Apa yang sudah kulakukan.


Aku sudah menyia-nyiakan seorang yang bisa menerima keadaanku apa adanya. Yang bisa mengerti diriku dan kehidupanku. Harusnya pertama kali aku bisa melihat perbedaan Fe dari wanita lain yang pada akhirnya masih bisa kulihat. Bodohnya aku melakukan ini semua tanpa berfikir panjang. Hari-hariku yang berwarna teduh berubah menjadi warna terang yang menyilaukan mata. Membuat kepalaku pusing. Ditambah lagi dengan panasnya kupingku setiap kali ku mendengar Regina memaki dan mengusir Naya dari hadapannya setiap dia kerumah. Ku merindukan Fe disisi hidup ini.

Aku lalu meninggalkan Regina. Dan bermaksud memperbaiki keadaan dengan Fe. Tapi,, Fe ternyata tidak satu pemikiran denganku.

"Aku sudah pernah berjanji padamu bukan?" Fe berkata bukan tanpa emosi, terlihat dan terdengar dari raut wajahnya dan suaranya yang penuh akan rasa kecewa. Aku melihat air mata itu menggenang dibola matanya nan indah. Mati-matian dia berusaha agar tetesannya tidak jatuh hingga membuatnya luluh dan menghapus ketetapan hatinya yang ia panggul dengan susah payah.

"Boleh aku minta kamu tarik kembali janjimu itu?" pintaku.

"Tidak bisa,," Fe meneteskan air matanya. Terlihat dia kesulitan dan gagal menahan air mata itu.

"Pliss,, aku minta maaf,," aku memohon pada Fe. Yang baru pertama kalinya kulakukan pada seorang wanita manapun. Biasanya mereka yang memohon padaku. Tapi kini sebaliknya.

"Aku berjanji padamu, untuk tidak ingkar kan? Nah,, inilah janjiku,," Airmata Fe mengalir deras saat ia mengatakan ini. 

"Aku yang memintamu untuk berjanji Fe,, Aku tarik kembali ucapanku,, kamu tidak perlu mengingkari janji apapun,, janji itu sudah kuhapus selamanya!"

Lalu Fe menarik nafas panjang untuk lanjut mengatakan sesuatu yang membantunya menahan kembali tetesan air mata itu.

"Kamu memaksaku mengucapkan sebuah janji yang sama sekali tidak aku inginkan Raya,, Kamu minta aku berjanji untuk menjauhi kehidupan kamu dan Naya. Itu seperti kamu memaksaku mengerami cangkang telur yang tidak berisi. Begitu kamu hancurkan janji itu,, telur janji itu kosong tidak berisi,, tidak ada hasil apapun didalamnya. Dan cangkang telur yang pecah itu adalah hatiku Raya,,"

Awalnya aku tidak mengerti maksud dari perumpamaan yang Fe katakan. Tapi begitu aku menyadari maknanya. Air mataku jatuh. Air mata yang pertama kali jatuh hanya untuk seorang wanita yang kucintai. Wanita itu Fe.



-by: winda-















0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Blogger templates

 
;