Apr 15, 2013

Saya memang belum jadi apa-apa,,


Saya sangat kesal jika diajukan sebuah pertanyaan seperti ini. 

"Siapa kamu yang sudah berani bicara seperti itu? Sudah jadi apa kamu memangnya berani berpendapat seperti itu?" 

Jujur jika saya mendapatkan pertanyaan seperti itu. Saya akan menjawab dengan lantang,,

"Saya winda, dan saya sudah menjadi seorang manusia sejak saya dilahirkan kedunia sama seperti anda."

Untungnya, bukan saya yang menghadapi pertanyaan seperti itu hari ini. Tapi seorang sahabat saya yang memiliki sikap santun dari pada siapapun yang saya kenal, yang menghadapinya. Saya mendengar curahan hatinya dengan penuh kegeraman didalam hati. 

Memangnya untuk bicara dengan orang lain siapapun itu,, harus menjadi sesuatu dulu untuk didengar? Dewasalah,, jangan terlalu arogan menjalani hidup. Bagi kalian yang menganggap wajar untuk bebicara seperti itu. Saran saya segera ubah pandangan kalian sebelum malah kalian yang tidak didengarkan orang lain.


Allah menciptakan kita dua buah mata dengan tujuan untuk melihat segala sudut dari dua sisi. 
Dua buah telinga untuk mendengar banyak hal,, dan satu buah mulut untuk bicara hal yang baik,bukan merendahkan orang lain.


Kalau untuk berbicara saja kita harus menjadi 'sesuatu' dulu baru bicara. Bagaimana jadinya? Akan banyak sekali orang gagu untuk menyuarakan keinginan dan suasana hati. 

Kalau untuk menyampaikan keinginan saja kita harus menjadi 'sesuatu' dulu,, lalu bagaimana caranya? Pakai bahasa isyarat? atau telepati?

Hellow,, jangan persempit cara pandang kita melihat sesuatu. Siapapun kita,dimanapun kita berhak bicara! Tentunya dalam konteks yang masih sopan dan sesuai dalam situasi keadaan yang mendukung. Jangan salah kaprah.

Saya pernah melihat sebuah kejadian yang situasinya seperti ini.
 
Ketika saya menemani ibu saya belanja kepasar. Saya melihat seorang kakek-kakek lusuh dan bungkuk memegang kantung beras kosong ditangannya. Disetiap kios yang ia lewati, tangannya selalu menadah koin recehan dari para dermawan. Dalam setiap koin receh yang ia dapatkan, ia selipkan doa penuh berkah untuk para dermawan-dermawan itu, walaupun yang diberikan tidak seberapa tapi mulutnya terus komat-kamit mengucapkan terima kasih dan doa tulus yang terucap.

Sampai ketika ia tiba dikios yang berjualan ayam potong. Dia memanggil si penjual. Tapi si penjual tidak mendengar, tepatnya, pura-pura tidak mendengar. Si pemilik kios tersebut terlihat sekali merasa terganggu akan penampilan kakek tersebut. Belum sempat si kakek bicara dia sudah mengumpat caci maki yang tidak pantas diucapkan. Menghina sang kakek yang pekerjaannya hanya meminta-minta. Terus dan terus ia memaki. Tanpa sepeserpun logam receh ia berikan. Sang kakek tampak sangat tegar menghadapi manusia arogan tersebut. Sampai dititik ketika si penjual lelah merendahkan si kakek, si kakek angkat bicara.

"Saya hanya lewat sini pak, bukan mau mengemis,, kebetulan saya lewat sini,dan saya melihat tempat uang bapak barusan dikorek sama orang,,saya manggil bapak cuma mau ngasih tau,, maaf ganggu,, permisi. Terima kasih caci makinya,, semoga bapak selalu dikasih rejeki yang melimpah ya pak,, aminnn"

Hmm,, Subhanallah. 

Betapa arogansi tidak membuahkan apapun. Kalau saja si pemilik kios tersebut tidak berfikir negatif terlebih dahulu tentang si kakek, pastinya kotak penyimpanan uang hasil dagangnya tidak akan raib di gondol maling. 

Apa salahnya mendengar?  Toh dengan mendengar bukan berarti kita harus melakukannya kan? Setidaknya dengarkan orang lain bicara, bagaimanapun bentuk fisiknya, cara berpakaiannya,apapun pekerjaannya,,, DENGARKAN! 





"Sudah jadi apa kamu hingga bisa berpendapat seperti itu?"
  
Jika kamu ditanya seperti itu, jawab seperti ini.

"Saya memang belum apa-apa dibandingkan anda,, kalau begitu maaf, saya sudah salah mengira, saya kira orang besar seperti anda memiliki pemikiran lebih terbuka dari pada orang kecil seperti saya,,biar saya mencari orang besar lain yang lebih cerdas yang lebih bisa menjadi panutan orang lain. Terima kasih"

 Atau,,

jika menurut kamu menjawab bukanlah hal yang tepat. Cukup diam saja,, tarik nafas panjang istighfar dalam hati. Kemudian jauh-jauhlah dari orang seperti itu.

Manusia yang selalu menganggap dirinya lebih sempurna dari pada orang lain,, sama aja kaya syaitonirojim,,

"Aku lebih baik dari padanya, Engkau menciptakan aku dari api dan Engkau menciptakankannya dari tanah" (Al-A’raaf: 12)

 setan dari api,, manusia dari tanah,, Si api selalu angkuh merasa lebih baik dari si tanah.

Tapi inget ya,, jangan salah kaprah dengan argumen saya diatas. 

Semua orang yang sudah 'jadi',, mereka sudah melalui berbagai macam proses yang terdapat ribuan kesulitan didalamnya. Hargai itu. Jangan sampai kita merasa iri hati akan kesuksesan orang lain hingga membuat kamu berargumen yang tidak-tidak tentang mereka.

Ambil sisi baik yang bisa kita ambil dari mereka, dan tinggalkan sisi negatif.  Sebenarnya semua manusia itu punya sisi baik kok,, tergantung dari mana kita melihat sudut pandangnya. 


"Banyak mendengar,sedikit berbicara,dan bertindak,itu memang lebih baik,, 
tapi jika kemudian kita menjadi tidak berani bersuara
hanya karena takut ditanya "SIAPA KAMU SUDAH BERANI BICARA SEPERTI ITU?" 
tandanya
mental kita cetek!"
-winda-
 

 





 

0 komentar:

Post a Comment

Total Pageviews

Blogger templates

 
;